Tidak ada penyangkalan bahwasanya segala tindakan yang berkaitan dengan profesi sifatnya instrumentalis. Instrumentalis berarti tindakan tersebut didasarkan pada perhitungan atas pencapaian tujuan seefisien dan efektif mungkin. Misalnya pada lingkaran pertemanan, sering kali ditemukan satu pihak yang rela melakukan apapun untuk mencapai kepentingan pribadinya termasuk dengan mengorbankan temannya sendiri. Segala tindakannya didasarkan pada pertimbangan untung dan rugi.
Istilah instrumentalis ini mengacu pada pembagian tindakan rasional yang dilakukan oleh Max Weber. Weber membagi tindakan individu menjadi empat tipe dalam teori rasionalitasnya, 4 tipe tersebut adalah: pertama, tindakan rasional instrumental, yaitu tindakan yang didasari atas harapan-harapan yang memiliki tujuan untuk dicapai dan menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Mudahnya, tindakan ini dapat diibaratkan ketika inividu bertindak rasional dalam sebuah situasi dan tindakannya tersebut dapat dipahami. Kedua, rasionalitas yang berorientasi nilai, yaitu tindakan yang didasari oleh kesadaran keyakinan mengenai nilai-nilai yang penting seperti etika, esetitka, agama dan nilai lainnya. Ketiga, tindakan afektif, yaitu tindakan yang ditentukan oleh kondisi kejiwaan dan perasaan individu yang melakukannya. Keempat, rasionalitas tradisional, yang mana tindakan ini dilakukan atas kebiasaan atau tradisi turun-temurun sehingga menjadi kebiasaan dari seseorang.[1]
Idealisme guru sebagai seorang pendidik sejati (mendidik tanpa memikirkan balasan) yang dianut orang pada zaman dahulu dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan dengan rasionalitas nilai. Karena mendidik dianggap sebagai sesuatu yang “benar” sehingga hal tersebut menjadi dorongan seseorang untuk menjadi guru. Sementara itu, jika melihat isi dari UU Nomor 14 Tahun 2005 (yang menyampaikan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah) memperlihatkan lebih condongnya profesi guru pada tindakan rasionalitas instrumental. Selain itu, dalam hal ini tujuan yang hendak dicapai oleh seorang guru adalah kesejahteraan finansial (upah), jadi ia akan melakukan pekerjaan dengan harapan atau perhitungan atas upah yang akan dia dapat.
Segala tindakannya di kelas seperti mengajar, menyelesaikan adminsitrasi, bahkan hingga memberikan bimbingan pada siswa tidak lain dilatar belakangi karena itu prasayarat ia untuk mendapat upah setiap bulannya.
Meski terkesan dingin dan hambar, namun profesionalitas yang seperti ini sebenarnya yang diperlukan oleh guru. Banyak guru yang mempertahankan idealisme seorang pendidik sejati hingga akhirnya mengabaikan kesejahteraan mereka karena tidak memperdulikan upah. Namun bukan berarti seorang guru dapat mengeluarkan usaha seminimal mungkin untuk mendapat upah sebanyak-banyaknya. Rasionalitas ini lebih cenderung memperlihatkan pada mereka yang berprofesi sebagai guru bahwa guru setiap usaha yang dikeluarkan berhak mendapat balas jasa yang sepadan.
[1] UNIQBU, P. (2019). Tindakan Sosial. https://doi.org/10.31219/osf.io/beqx
Leave A Comment