PEMERINTAH VS PELAKU PARIWISATA

 

Memasuki tahun 2020 dunia di guncang oleh wabah virus covid 19 termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia sangat serius memerangi virus covid 19 ini. Segala kebijakan sudah di ambil oleh Pemerintah Indonesia baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Namun semakin hari semakin banyak bertambah yang positif covid 19 di Indonesia.

Salah satu upaya yang telah di lakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu melakukan pembatasan keluar masuk antar negara, ini bertujuan memutus penyebaran virus covid 19 dari negara luar ke Indonesia. Di samping itu juga Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan langsung tunai kepada masayarakat yang terdampak terhadap virus covid 19 ini.

Dari virus corona 19 ini, provinsi yang paling terdampak adalah provinsi bali, kenapa? karena masyarakat bali mengandalkan sector pariwisata untuk mencari nafkah dan provinsi bali juga menjadi provinsi devisa tertinggi ke Indonesia, itu dari sector pariwisata. Namun setelah adanya virus covid 19 ini membuat provinsi bali menjadi paling tertinggi terdampak, maka dari itu Pemerintah Indonesia memprioritaskan provinsi bali melakukan upaya-upaya pencegahan virus covid 19. Bekerja sama dengan pemerintah daerah khususnya provinsi bali.

Dari bulan maret-desember 2020 pemerintah daerah dan Pemerintah Indonesia sudah melakukan beberapa kebijakan diantaranya melakukan pembatasan social bersekala kecil maupun besar. Dan di pengunjung tahun 2020 Pemerintah Daerah Provinsi Bali yaitu Gubernur Bali membuat surat edaran tentang libur natal dan tahun baru yaitu SE Nomor 2021 Tahun 2020 berlaku sejak 18 Desember 2020 sampai dengan 4 Januari 2021. . Pemerintah Daerah Provinsi Bali membuat aturan, bahwa baik yang datang ke bali maupun keluar bali harus melakukan rapid test antigen atau sweb antigen.

Setelah keluarnya surat edaran dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali tersebut munculah pro dan kontra khususnya pelaku sector pariwisata. Mengapa demikian? Karena beberapa hotel dan bisnis rental mobil sudah banyak di boking oleh para tamu yang ingin berlibur ke bali, namun  karena adanya surat edaran tersebut membuat beberapa tamu yang sudah booking membatalkan berlibur di bali. Salah satu penyataan dari sector pariwisata yakni ‘ASITA Bali yang merupakan asosiasi perusahaan perjalanan wisata Indonesia di wilayan Bali, “Ini bertujuan baik untuk melindungi kesehatan masyarakat. Disamping itu, tujuannya untuk kepentingan yang lebih besar, demi pulihnya kondisi Indonesia dari pandemi covid-19. Semua harus berkontribusi menjaga jangan sampai terjadi kluster baru. Sehingga Bali cepat dibuka untuk  wisatawan internasional,” (dikutip dari ; https://www.redaksi9.com/read/3648/Ketua-ASITA-Bali:-SE-Gubernur-untuk-Kepentingan-lebih-Besar. Tanggal 8 Januari 2021) selanjunya ada dari Ketua IFBEC Bali (Indonesian Food & Beverage Executive Association) I Ketut Darmayasa, S.I. Pem, MM, CHT, mengatakan “dari segi financial yang di akibatkan dengan terbitnya SE 2021/2020 tersebut sangat besar, seperti terlihat pada data yang ada di media pada pembatalan 133.000 tiket kunjungan ke Bali, refund tiket mencapai Rp. 317 M dan potensi kerugian yang diperkirakan mencapai Rp. 967 M tersebut sangat luar biasa berdampak kepada perekonomian masyarakat terutama para pelaku pariwisata”. (dikutip dari : https://kabarbalihits.com/2020/12/17/banyak-masukan-ifbec-bali-kurang-setuju-dengan-surat-edaran-gubernur-bali/. Tanggal 8 Januari 2021)

Dari pro dan kontra yang terjadi, menurut saya Pemerintah Provinsi Bali tidak ada melarang tamu datang ke bali, melainkan untuk mencegah terjadinya klaster-klaster baru virus covid 19 khususnya di provinsi bali. Namun  sebaiknya juga pemerintah bali harusnya membuat kebijakan jauh-jauh hari agar pelaku-pelaku pariwisata juga dapat memahami dan mengerti kebijakan tersebut.