Teacher’s Dairy

Kristina

 

Pada tanggal 17 Februari 2021 lalu, saya menggantikan tugas mengajar agama Hindu tingkat SMP. Topik saat itu kebetulan sangat berkaitan dengan pelajaran yang saya ampu, yaitu IPA. Topik pada hari itu adalah Panca Maha Bhuta, 5 unsur pembangun makrokosmos dan mikrokosmos, dengan kata lain unsur yang membangun kita dan alam semesta. Dalam pelajaran sains pula materi atau zat dalam makhluk hidup dan alam semesta sama, hanya kombinasinya yang berbeda. Kombinasi ini yang menjadi ciri khas, bebatuan, hutan, lautan, manusia, tumbuhan dapat dibedakan satu sama lainnya.

Dalam pembelajaran tersebut dicobakan dengan pendekatan gambar dan cerita dari kartun, yaitu Avatar the legend of Aang. Kendalanya pada umumnya selama mengajar di Cendekia Harapan, yaitu akan didapati siswa yang tidak fasih dalam berbahasa Indonesia. Alhasil, pemahamannya kan menurun. Oleh sebab itu, sebagai pendidik perlu sigap melakukan penjelasan dalam dua bahasa.

Hal unik dalam proses pembelajaran tersebut adalah ketika mengarahkan peserta untuk memikirkan pengaruh lima elemen dalam sikap, tindak dan pikiran manusia. Ada siswa menganalogikan elemen tersebut seperti cakra yang harus diaktifkan bersama dan saling mendorong kita dalam perbuatan yadnya, tapa bhrata serta sembah suci. Hal ini tidak salah, namun belum tepat, sebagai guru harus sigap memberikan contoh relevan. Pada kesempatan itu, mulai dijelaskan mengenai elemen ini seperti rangkaian mesin mur pada jam, cakra-cakra atau roda-roda dengan beberapa ukuran yang saling terkait. Harus seimbang proporsinya agar menghasilkan detik menit dan jam yang tepat.

Hal lainnya yang dipelajari dalam mengajar ini adalah peserta lebih mudah dalam memahami ketika kita coba menyebutkan contoh atau memberikan analogi untuk membuat mereka memikirkan kembali dan memahami maksud dari pengertian tersebut secara lebih holistik.

Semoga, sebagai guru, selalu diberikan kesempatan untuk belajar mengembangkan lima elemen dalam diri. Terbangunnya Pertivi sebagai wujud prinsip dan komitmen, mengalirnya Apah sebagai wujud keterbukaan akan hal baru, menyalanya Teja sebagai wawasan dan semangat juang, berhembusnya Bayu sebagai harga diri, toleransi dan tenggang rasa, dan yang terakhir menempati Akasa sehingga memahami peran diri dalam lingkungan dan peka terhadap tanggung jawab.