Oleh Sanditiya Kristian Sugiarto
Pernikahan merupakan suatu momen dimana seluruh pasangan memulai kehidupan yang baru. Dengan menikah, berarti kedua belah pihak tersebut telah menyetujui bahwasanya mereka siap berkorban untuk pasangannya satu sama lain. Pernikahan merupakan suatu momen yang suci dan terikat oleh beberapa peraturan yang ada didalamnya. Dapat dijelaskan bahwasanya perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dijelaskan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1. Tujuan menikah sendiri adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan abadi selamanya.
Belakangan ini, usia pernikahan menjadi suatu tolak ukur seseorang dalam menilai keberhasilan seorang pasangan suami istri dalam menjalankan perannya didalam berumah-tangga. Biasanya, pasangan muda sangat berupaya untuk membina hubungan yang baik dengan pasangannya tersebut. Pasangan muda/pasangan baru adalah pasangan dengan usia 0-2 tahun (Duvall dan Miller 1985), di dalam tahap ini pasangan muda banyak sekali belajar tentang bagaimana menjalani perannya masing-masing. Mereka seringkali menyesuaikan dan beradaptasi terhadap hal-hal yang baru.
Seiring berjalannya waktu, beberapa pasangan muda juga mengkhawatirkan adanya kekerasan didalam rumah tangganya tersebut. Di indonesia sendiri, angka kekerasan dalam rumah tangga cukup tinggi yaitu sebanyak 79% dari total kasus sebanyak 6.480 orang dari data komnas perempuan. Jika dijabarkan , beberapa bentuk kekerasan yang menyertai kasus tersebut diantaranya ialah kekerasan fisik sebanyak 2.025 kasus yang dipresentasekan menjadi 31%, kemudian terdapat kekerasan seksual dari total kasus 1.983 yang dipresentasekan menjadi 30% yang disusul oleh psikis dari data 1.792 kasus sebanyak 28% dan dalam bentuk ekonomi dengan total kasus 680 sebanyak 10%.Kekerasan didalam berumah tangga sendiri terdapat penjabaran oleh ahli (Annisa 2010: 1) yaitu segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi atas dasar perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terutama terhadap perempuan termasuk ancaman, paksaan, pembatasan kebebasan, baik yang terjadi dalam lingkup publik maupun domestik.Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga seringkali membuat beberapa pasangan suami-istri khawatir dengan hubungan rumah-tangganya. Kekerasan itu sendiri didasari oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor gangguan psikologis, sosial, budaya serta agama. Pada sebagian perkara ataupun kasus yang terjadi didalam kekerasan rumah tangga banyak didapati korban oleh pihak istri, meskipun ada beberapa kasus yang mengemukakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga juga terdapat korban pada pihak suami. Namun, kebanyakan pihak istrilah yang memang mendapati perilaku tidak terpuji dari pihak suaminya tersebut.
Oleh sebab itu, angka perceraian juga kian melonjak akibat dari kasus kekerasan tersebut. Alasan seseorang memilih jalur perceraian adalah karena ketidaksanggupan dalam menjalankan hubungan pernikahannya dengan pasangannya tersebut. Dalam definisi dari (karim 1999 dalam Ihromi, 2004: 137)perceraian merupakan cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.Namun, di beberapa kasus tertentu banyak pasangan suami-istri yang tetap mempertahankan hubungannya karena beberapa alasan tertentu. Perilaku tersebut bisa disebut dengan forgiveness, definisi forgiveness sendiri merupakan motivasi individu untuk meredakan kebencian terhadap pihak yang menyakitinya, mengubah individu untuk tidak membalas dendam serta meningkatkan dorongan untuk memperbaiki hubungan dengan pihak yang menyakiti (McCullough,2001).
Adanya upaya dalam meminimalisir kasus perceraian maupun kasus kekerasan diperlukan suami maupun istri dalam sebuah rumah tangga sehingga kasus- kasus seperti KDRT dapat di hindari serta dapat mewujudkan bahkan meningkatkan keharmonisan rumah tangga. Dari beberapa peneitian didapatkan bahwa saling memahami dan mengerti satu sama lain, komunikasi yang baik, menghargai dan menghormati, keadaan ekonomi yang stabil, setia, tidak egois, dan memperdulikan satu sama lain merupakan cara yang cukup efektif dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Murniriyanto dan Suharnan terhadap 162 siswa di Yayasan Al-Khairat dan SMK Mambaul Ulum pada tahun 2014 meneganai hubungan keharmonisan rumah tangga dengan kenalan dan konsep diri remaja menemukan fakta bahwa mereka (remaja) yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis cenderung akan mengalami gangguan pada jiwanya dan menyebabkan mereka berperilaku nakal dan anti sosial. Sehingga artinya, keluarga yang harmonis akan memeberikan pengaruh positif kepada anak, mengurangi resiko terganggu keadaan psikologis anak dan keluarga yang harmonis mampu membuat anak tumbuh dan berkembang tanpa secara maksimal dan pada akhirnya hal ini dapat mengurangi perilaku kenalan pada remaja.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Murniriyanto dan Suharnan, penelitian yang dilakukan oleh Arintina dan Fauziah tentang keharmonisan keluarga dan kecenderungan berperilaku agresif pada siswa SMK tahun 2015 dilakukam dengan menggunakan 186 responden mendapati hasil penelitian bahwa terdapat hubungan antara keharmonisan rumah tangga dengan kecenderungan berperilaku agresif pada siswa SMK. Hasil dari penelitian tersebut adalah semakin tidak harmonis suatu keluarga maka semakin besar pula resiko terjadi perilaku agresif pada remaja (siswa SMK). Dan semakin harmonis suatu keluarga maka semakin baik perilaku remaja tersebut. Arintina dan Fauziah (2015) Keharmonisan rumah tangga telah menyumbang setidaknya 19.6% pada perilaku agresif remaja. Dan 80,6% perilaku agresif tersebut terjadi karena faktor- faktor lainnya seperti lingkungan, frustasi, dan kelekatan dengan orang tua.
Referensi:
Arintina Y, C. d. (2015). KEHARMONISAN KELUARGA DAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMK. Jurnal Empati, Volume 4(1), 208-212.
Suharnan, M. d. (2014). Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri Dan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 3, No. 02, , 156- 164.
Noffiyanti. (2020). Mewujudkan Keharmonisan Rumah Tangga Dengan Menggunakan Konseling Keluarga. JurnalBimbinganKonseling Islam Vol.3, No.1., 8-12.
Thohir U.F. (2018). Korelasi Pendapatan dan Kedewasaan Pasangan terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Pelaku Pernikahan Di Bawah Umur di Dewsa wedusan, Tiris, Probolinggo. Jurnal Arsyi-Syari’ah Vol.4, No. 1., 77-110.
Hariz, S. A. (2013). Hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, 2, 1-7.
Leave A Comment