Apabila diperhatikan atau diingat-ingat, rasanya kita sangat jarang bertemu dengan guru TK laki-laki. Cobalah bertanya kepada teman-teman di sekitar atau ingat-ingat masa saat kalian TK, apakah pernah kalian melihat seorang guru TK laki-laki? Justru jika dibayangkan rasanya hal ini terasa agak janggal. Guru TK yang identik dengan kegiatan ngemong anak pastilah hanya match dengan ‘citra’ perempuan yang keibuan. Lalu bagaimana jika peran ini diemban oleh laki-laki?

Sekolah Cendekia Harapan mendobrak stereotip bahwa laki-laki identik dengan sifat kaku, keras, dan hal-hal maskulin lainnya sehingga ia tidak cocok apabila disandingkan dengan tugas merawat anak-anak. Terdapat dua sosok guru laki-laki di Taman Kanak-Kanak Cendekia Harapan, mereka seperti umumnya guru TK lain yang bertugas untuk membimbing dan mengajarkan anak-anak usia dini tentang berbagai hal. Bernyanyi, menyuapi anak, bermain bersama, bahkan hingga mengurus mereka saat tantrum adalah kegiatan sehari-hari Pak Jenny dan Pak Ady, dua guru laki-laki di TK Cendekia Harapan. Pak Jenny sendiri bertugas mendampingi anak-anak di playgroup sedangkan Pak Ady di TK B.

Tidak ada keengganan atau gengsi di setiap pekerjaan yang mereka lakukan. Jikalaupun ada yang mengatakan bahwa laki-laki yang menjadi guru TK itu tidak macho, mereka seharusnya melihat dulu bagaimana Pak Jenny dan Pak Ady baik dari segi penampilan atau personaliti.

Hal ini justru bisa menjadi sindiran bagi masyarakat umum bahwasanya guru TK laki-laki itu bukanlah mitos, mereka nyata dan eksis di dunia pendidikan. Stereotipe dan peran gender tradisional lah yang sebenarnya membuat kesan seolah-olah jika laki-laki memilih karir menjadi seorang guru TK itu aneh.

Figur guru TK laki-laki sebenarnya memiliki sebuah peran penting bagi perkembangan anak. Untuk menanamkan pemahaman identitas jenis kelamin yang benar terhadap anak dibutuhkan figur seorang guru laki-laki dalam proses pendidikan anak usia dini. Kehadiran guru laki-laki ini juga mengajarkan netralitas terhadap pemahaman peran gender pada anak-anak, bahwa yang normal itu bukanlah laki-laki harus maskulin dan perempuan harus feminin. Namun bisa juga sebaliknya dan itu sama sekali bukanlah hal yang salah.

Karena patut diketahui bahwa pemahaman peran gender tradisional yang selama ini kita jalankan adalah yang menjadi biang ketidaksetaraan gender di Indonesia. Maka dari itu, menghadirkan figur laki-laki di TK adalah sebuah kebutuhan yang krusial.

Menormalisasi peran gender tradisional sejak dini, justru menjadi sebuah langkah mundur dari cita-cita kesataraan. Namun TK Cendekia Harapan sebagai salah satu TK Penggerak berhasil mematahkan stereotip tersebut, bahwasanya guru TK laki-laki itu normal-normal saja.

 

 

Referensi:

Rahmadhani, D. S. (2022) Alasan Kenapa Laki-Laki Jrang Jadi Guru TK. Banyak Pertimbangannya. Diakses dari: https://www.hipwee.com/hiburan/laki-laki-guru-tk/

Sum, T. A. dan Adriani Tamo Ina Talu (2018) Faktor Penyebab Kurangnya Minat Laki-Laki untuk Menjadi Guru PAUD di Kabupaten Manggarai. Jurnal Pendidikan dan Kehidupan Missio. 10 (2). Hal. 192-203